Dari
: http://nidauljannah.wordpress.com/2010/08/16/tahlilan-yuk/
Posted: Agustus 16, 2010 in aqidah, fatwa, ibadah, Nasehat, penyimpangan
Kaitkata:100 hari, 1000 hari, 40 hari, 7 hari, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Al Masaail, bid'ah, haul, kenduri, peringatan, selamatan, tahilan, yasinan
Kaitkata:100 hari, 1000 hari, 40 hari, 7 hari, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Al Masaail, bid'ah, haul, kenduri, peringatan, selamatan, tahilan, yasinan
Berikut akan dijelaskan mengenai
hukum melakukan Tahlil untuk orang mati seperti yang banyak dilakukan di
masyarakat kita. Kegiatan tersebut biasanya dibarengkan dengan selamatan 7, 40,
100 dan 1000 hari setelah seseorang meninggal dunia. Juga dilakukan pada haul
(peringatan setiap tahun). Bagaimanakah hukumnya?
Sudah menjadi tradisi masyarakat di
Indonesia ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia, maka
diadakan acara ritual ” Tahlilan “. Apakah acara tersebut berasal dari Islam ?
Mari kita simak dengan hati nurani yang murni untuk mencari yang haq dari dien
yang kita yakini ini. Kita lihat acara dalam Tahlilan ( maaf ini hanya
sepanjang penulis ketahui, bila ada yang kurang harap maklum)
Biasanya bila musibah kematian pagi
hari maka di malam harinya diadakan acara Tahlilan ini yaitu dibacakan
bersama-sama surat Yaasin atau doa lainnya. Kemudian di do’akan untuk ahli
mayit dan keluarganya dan terkadang ahli mayit menyediakan makanan guna
menghormati tamunya yang ikut dalam acara Tahlilan tersebut. Bahkan biasanya
acara ini bukan hanya pada hari kematian namun akan berlanjut pada hari ke 40
dan seterusnya.
Saudaraku, Mari kita simak
Hadits Shahih berikut :
Dari Jarir bin Abdullah Al Bajalii, “Kami
(yakni para Shahabat semuanya) memandang / menganggap (yakni menurut madzhab
kami para Shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan
sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap.”
Sanad Hadits ini shahih dan
rawi-rawinya semuanya tsiqat ( dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan
Muslim, bahkan telah di shahihkan oleh jama’ah para ulama’ Mari kita perhatikan
ijma’/kesepakatan tentang hadits tersebut diatas sebagai berikut:
Mereka ijma’ dalam menerima hadits
atau atsar dari ijma’ para shahabat yang diterangkan oleh Jarir bin Abdullah.
Yakni tidak ada seorang pun ulama’ yang menolak atsar ini.
Mereka ijma’ dalam mengamalkan
hadits atau atsar diatas. Mereka dari zaman shahabat sampai zaman kita
sekarang ini senantiasa melarang dan mengharamkan apa yang telah di ijma’kan
oleh para shahabat yaitu berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang
biasa kita kenal di negeri kita ini dengan nama ” Tahlillan atau Selamatan
Kematian “.
Mari kita simak dan
perhatikan perkataan Ulama’ ahlul Ilmi mengenai masalah ini:
Perkataan Al Imam Asy Syafi’I, yakni seorang imamnya para ulama’, mujtahid mutlak, lautan
ilmu, pembela sunnah dan yang khususnya di Indonesia ini banyak yang mengaku
bermadzhab beliau, telah berkata dalam kitabnya Al Um (I/318) :
” Aku benci al ma’tam yaitu
berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena
sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan .”
Beliau juga berkata
“…dan aku membenci al-ma’tam, yaitu
proses berkumpul (di tempat keluarga mayat) walaupun tanpa tangisan, karena hal
tersebut hanya akan menimbulkan bertambahnya kesedihan dan membutuhkan biaya,
padahal beban kesedihan masih melekat.”
(al-Umm (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1393) juz I, hal 279)
ini yang biasa terjadi dan Imam
Syafi’I menerangkan menurut kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini
tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan
Imam Syafi’I diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.
Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita’wil atau di
Tafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa :
“beliau dengan tegas Mengharamkan
berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja,
bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan
?”
Perkataan Al Imam Ibnu Qudamah, dikitabnya Al Mughni ( Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru
ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) :
“Adapun ahli mayit membuatkan
makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena
akan menambah ( kesusahan ) diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas
kesibukan mereka dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah. Dan telah
diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,
” Apakah mayit kamu diratapi ?” Jawab Jarir, ” Tidak !” Umar bertanya lagi, ”
Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab
Jarir, ” Ya !” Berkata Umar, ” Itulah ratapan !”
Perkataan Syaikh Ahmad Abdurrahman
Al Banna, dikitabnya : Fathurrabbani Tartib
Musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) :
“Telah sepakat imam yang empat ( Abu
Hanifah, Malik, Syafi’I dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat
makanan untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan
hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit
hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah memasukkannya ( yakni
berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit ) bagian dari meratap dan dia itu (jelas)
haram. Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya
berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alas an ta’ziyah /melayat
sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini.
Telah berkata An Nawawi
rahimahullah, ‘Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk
Ta’ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi’I dan pengarang kitab Al Muhadzdzab
dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya ( perbuatan tersebut ).‘
Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, ”
Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : “Dibenci duduk-duduk (
ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk Ta’ziyah. Karena sesungguhnya yang
demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari
Agama), sedang muhdats adalah ” Bid’ah.”
Perkataan Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab (5/319-320) telah
menjelaskan tentang Bid’ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli
mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy Syaamil dan ulama lainnya
dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan
sanadnya shahih.
Perkataan Al Imam Asy Syairazi, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkan oleh Imam
Nawawi dengan nama Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab :
“Tidak disukai /dibenci duduk-duduk
( ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk Ta’ziyah karena sesungguhnya yang
demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah ” Bid’ah “.
Perkataan Al Imam Ibnul Humam Al
Hanafi, dikitabnya Fathul Qadir (2/142)
dengan tegas dan terang menyatakan bahwa “perbuatan tersebut adalah ” Bid’ah
yang jelek “. Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan
shahih.
Perkataan Al Imam Ibnul Qayyim, dikitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskan bahwa “berkumpul-kumpul
( dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah dan membacakan Qur’an untuk
mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari Nabi SAW.”
Perkataan Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa hal
tersebut menyalahi sunnah.
Perkataan Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab :“Dibuatkan
makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan
makanan untuk para penta’ziyah.” (Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam
Abu Dawud hal. 139)
Perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, ” Disukai membuatkan makanan
untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai
mereka membuat makanan untuk para penta’ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad
dan lain-lain.” (Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal. 93 ).
Perkataan Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi’I ( I/79), ”
Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit.”
Kesimpulan:
Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli
mayit hukumnya adalah BID’AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam
dan ulama’ termasuk didalamnya imam empat. Akan bertambah bid’ahnya apabila
ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta’ziyah. Akan lebih bertambah lagi
bid’ahnya apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya.
Perbuatan yang mulia dan terpuji
menurut SUNNAH NABI Shallallahu ‘alaihi wa Salam kaum kerabat /sanak
famili dan para tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya
dapat mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam ketika Ja’far bin Abi Thalib
wafat : ” Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far ! Karena sesungguhnya
telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka ( yakni musibah
kematian ).” (Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi’I ( I/317), Abu
Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)
Dari mana mendapat
bilangan 7, 40, 100 dan 1000 hari ?
Jika kita tinjau kembali tentang
waktu yang sering digunakan untuk acara tahlilan yakni 7, 40, 100 dan 1000 hari
setelah seseorang meninggal dunia. Juga dilakukan pada haul (peringatan setiap
tahun), maka tidak akan pernah kita dapati dari Nash Al-Qur’an, Hadits, maupun
dari para sahabat. Lalu dari mana bilangan-bilangan itu muncul ?
Bukankah itu muncul dari budaya
Jawa? Dari peninggalan agama Hindhu dan Budha dulu? Lalu mengapa dicampur
adukkan dengan Agama Islam yang Haq ini?
Telah diriwayatkan secara shahih
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwa beliau sangat marah
ketika melihat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu memegang lembaran
yang didalamnya terdapat beberapa potongan ayat Taurat, beliau berkata.
“Artinya : Apakah engkau masih
ragu wahai Ibnul Khaththab ? Bukankah aku telah membawa agama yang putih bersih
? Sekiranya saudaraku Musa as. hidup sekarang ini maka tidak ada keluasan
baginya kecuali mengikuti syariatku” [Hadits Riwayat Ahmad,
Ad-Darimi dan lainnya]
Lihat bagaimana hadits ini
menerangkan bahwa Agama Islam yang putih bersih ini tidak boleh dicampur
adukkan dengan agama apapun. Bagaimana boleh dicampur adukkan ,ajaran yang
dibawa oleh Nabi Musa yang sama-sama mentauhidkan Allah, yang sama-sama Nabi
Musa adalah utusan Allah tidak diberi keluasan untuk mencampurkan dengan ajaran
yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, lalu
bagaimana jika yang dicampur adukkan adalah ajaran yang menyimpang jauh
dari ajaran tauhid ini ?
Allah Ta’ala berfirman yang artinya
:
“Dan janganlah kamu campur adukkan
yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu ,
sedang kamu mengetahui.” (Al
Baqarah : 42)
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu
mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran
padahal kamu mengetahuinya?”
(Ali Imran : 71)
“Maka apakah mereka mencari agama
yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa
yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allahlah mereka dikembalikan.”
(Ali Imran : 83)
“Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidak-lah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran : 85)
Allah Ta’ala juga berfirman yang
artinya :
“Dan Kami telah turunkan kepadamu
Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu
kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap
kitab-kitab yang lain itu : maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu“ (Al-Ma’idah : 48)
Wahai Saudaraku, Apakah dalil-dalil
diatas serta perkataan orang-orang yang ahli dalam ilmu agama tersebut masih
belum meyakinkan?
Marilah kita mencoba merenungi
dengan hati yang jernih, janganlah kita kedepankan hawa nafsu kita. Tentu dalam
hati kita senantiasa banyak pertanyaan yang mengganjal diantaranya:
Kenapa sejak dahulu, kakek kita,
bapak kita, ustadz kita bahkan kyiai kita mengajarkannya dan bahkan sudah
lumrah dimasyarakat ?
Darimana mereka ( ustadz/kyiai kita
) mengambil dalilnya apa hanya budaya ?
Wahai saudaraku, Dalam menilai
sebuah kebenaran bukanlah disandarkan oleh banyak atau sedikitnya orang yang
mengikuti, karena hal ini telah disindir oleh Alloh Ta’ala dalam QS. Al
An’aam 116 :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al An’aam 116).
Apakah kita masih ragu dengan
dalil-dalil yang telah disampaikan diatas ? Atau apakah kita masih tetap
bersikeras dengan ungkapan “Itu adalah tradisi turun-temurun” / “Itu
sudah ada sejak nenek moyang kami”.
Tidakkah kita sadar bahwa kebenaran
datangnya hanyalah dari Allah, bukan dari nenek moyang kita ?
Simak firman Allah Ta’ala berikut
Allah Ta’ala berfirman yang artinya
:
Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Al Baqarah : 170)
Allah Ta’ala berfirman yang artinya
:
Apabila dikatakan kepada mereka:
“Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka
menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya”. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk ?. (Al
Maidah : 104)
Allah Ta’ala berfirman yang artinya
:
Dan apabila mereka melakukan
perbuatan keji mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan
yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah:
“Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa
kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (Al A’raf : 28)
dan Allah Ta’ala berfirman yang
artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Al Israa’ : 36)
Marilah kita dalam beragama bersandarkan
kepada dalil-dalil yang shahih karena dengan berdasar hujjah ( dalil ) yang
kuat maka kita akan selamat. Kita tidak boleh beragama hanya mengikuti orang
lain yang tidak mengetahui tentangnya karena di akhirat kelak kita akan
dimintai pertanggung jawaban terhadap yang telah kita lakukan di dunia.
Semoga Allah SWT memberikan taufik
serta hidayah kepada kita sehingga mendapat ridho dari Allah SWT atas amal-amal
yang kita lakukan dan bukan sebaliknya, Amiin
Maraji, dari kitab ” Al Masaail oleh
Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat ” (dengan beberapa penambahan)
Ana berikan dalil lagi, semoga bisa
lebih menguatkan tulisan diatas
MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
TENTANG
KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
TENTANG
KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
TANYA :
Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?
Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?
JAWAB :
Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.
Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.
KETERANGAN :
Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz :
Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz :
“MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit
ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan
membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari
Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”kami menganggap berkumpul di
(rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit
dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN ( YANG DILARANG ).”
Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan
:
“Beliau ditanya semoga Allah
mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang
disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk
disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari
ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain,
dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada
genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang
menghadiri proses ta’ziyah jenazah.
Mereka melakukan semua itu tujuannya
hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak
mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau
mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala)
akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah
ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam
pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak
senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit
selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut
anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”
Beliau menjawab bahwa semua yang
dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa
haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu
bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).
Dalam melakukan prosesi tersebut, ia
harus bertujuan untuk menangkal “OCEHAN” ORANG-ORANG BODOH (yaitu orang-orang
yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga
atau hari ketujuh, dst-penj.),
agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan
prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan
pahala setara dengan realisasi perintah Nabi terhadap seseorang yang
batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan
(seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan
dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat.
Tirkah tidak boleh diambil /
dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus
disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya
sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu
digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris).
SELESAI, KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH
NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
REFERENSI : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam,
Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman
15-17), Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah
Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.
CATATAN :
Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa bacaan
atau amalan yang pahalanya dikirimkan/dihadiahkan kepada mayit adalah tidak
dapat sampai kepada si mayit. Lihat: Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim 1 :
90 dan Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab 10:426, Fatawa al-Kubro (al-Haitsami)
2:9, Hamisy al-Umm (Imam Muzani) 7:269, al-Jamal (Imam al-Khozin) 4:236, Tafsir
Jalalain 2:19 Tafsir Ibnu Katsir ttg QS. An-Najm : 39, dll.
Komentar
- immawan mengatakan:
Alhamdulillah,
akhirnya saya mendapat kesimpulan yang sangat jelas ini. Memang menegakkan
syariat tidak semudah membalik tangan, menghilangkan Bid’ah sungguh sangat tak
mudah karena itu sudah dianggap bagian dari syariat Islam bagi kebanyakan
masyarakat kita dan itu terus dilestarikan oleh mereka-mereka yang punya
kepentingan dan sudah terlanjur mempunyai banyak pengikut / jamaah. Semoga kita
selalu bisa istiqomah di jalan Allah. Terima kasih. Wassalam
- ahmad muhtadi mengatakan:
sejauh
mana syariatmu dengan mengumbar bid’ah? sejauh mana pengetahuanmu tentang
batasan bid’ah
- Najieb mengatakan:
Biasa
lah, karena selama ini mereka juga sadar, kalau apa yang selama ini mereka
pegang teguh (bahkan mendarah mendaging) itu hanya didasari “Al-Ahwa”. akhirnya
bukan diskusi ilmiyah yang dikedepankan, malah emosi dan menuduh yang ga ga…
- ahmad muhtadi mengatakan:
justru
yang gampak menolak yang sok tau.
- Najieb mengatakan:
Ass.
Sekedar mengusulkan… barangkali artikel di atas akan lebih mantap, kalau hadits2 dan pendapat para ulama dikutip dalam bahasa Arabnya…
Sekedar mengusulkan… barangkali artikel di atas akan lebih mantap, kalau hadits2 dan pendapat para ulama dikutip dalam bahasa Arabnya…
Hatur
Nuhun, syukran..
Wasalam.
Wasalam.
- jumadi mengatakan:
Di
daerah saya =Pekalongan- tahlilan itu hal yang biasa, untuk memberi pengertian
kepada mereka bagaimana caranya ya?
Bagaimana caranya kita menghibur orang yang ditinggal meninggla dunia?
makasih sebelumnya, semoga Allah selalu mennjukkan jalan yang lurus
Bagaimana caranya kita menghibur orang yang ditinggal meninggla dunia?
makasih sebelumnya, semoga Allah selalu mennjukkan jalan yang lurus
- nidauljannah mengatakan:
coba
bapak download video kajian ust.Abdul Aziz, (ada di download > download
video) beliau mualaf dari hindu, beliau menjelaskan bahwa budaya yang banyak
berkembang di masyarakat merupakan warisan dari agama hindu, beliau juga
membuktikan dengan memperluhatkan kitab2 agama hindu kepada pada jama’ah
sebagai bukti ilmiah. Hadiahkanlah kepada saudara2 bapak, supada kembali kpd
jln yang lurus. saya juga menghadiahkan kepada saudara & tetangga sy, dan
Alhamdulillah, meraka mulai tau hukumnya dan sudah berusaha meninggalkannya.
bisa
kita mendatanginya kapan saja, selama rasa sedih itu masih dirasakannya. dengan
membawakan makanan untuknya.
- ahmad muhtadi mengatakan:
kalau
mau merubah, silahkan rubah sekalian hari libur, jangan hari sabtu minggu. itu
hari misa umat nasrani. libur aja hari jumat, kayak d pesantren itu looo
- ahmad muhtadi mengatakan:
sudahlah,
kalau menganggap semua bid’ah, ya skalian tinggalkan internet, komputer, hp,
kendaraan bermotor, itu semua bid’ah buatan yahudi. yang namanya tradisi, kalau
d jalankan ya berarti masih fungsional (lih. teori fungsional). GITU AJA KOK
REPOT
- nidauljannah mengatakan:
saudaraku,
arti bid’ah itu ada 2. bid’ah menurut bahasa & bid’ah menurut istilah
(syari’at). arti bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang baru. lampu, hp,
komputer,dll itu adalah bid’ah (tp bid’ah secara bahasa) karena dijaman dahulu
tidak ada seperti itu, dan bid’ah ini bukan maksud bid’ah yang disabdakan Nabi.
sedang
arti bid’ah menurut istilah (syari’at) adalah segala sesuatu yang baru DALAM
MASALAH AGAMA. ini yang dilarang Nabi. coba baca lagi hadits Nabi.
kita
melarang hal tersebut karena memang para shalafus shalih,para imam, & ulama
melarang hal tsb, silakan baca perkataan para shalafus shalih,para imam, &
ulama diatas.
jika memang yang melakukan acara2 tahlilan mempunyai dasar (dalil), maka mana dalilnya?
jika memang yang melakukan acara2 tahlilan mempunyai dasar (dalil), maka mana dalilnya?
Ingat
kaidah dalam beragama.
SEGALA SESUATU DALAM AGAMA ITU HARAM DIKERJAKAN JIKA TIDAK ADA DALIL YANG MEMERINTAHKANNYA, SEBALIKNYA SEGALA SESUATU DALAM HAL MUAMALAH ITU HALAL DI KERJAKAN KECUALI JIKA ADA DALIL YANG MELARANGNYA.
SEGALA SESUATU DALAM AGAMA ITU HARAM DIKERJAKAN JIKA TIDAK ADA DALIL YANG MEMERINTAHKANNYA, SEBALIKNYA SEGALA SESUATU DALAM HAL MUAMALAH ITU HALAL DI KERJAKAN KECUALI JIKA ADA DALIL YANG MELARANGNYA.
- anwari mengatakan:
maaf
mas setahu saya hukum asal dari semua pekerjaan adalah MUBAH / BOLEH sampai ada
dalil yang melarangnya atau perintah / anjuran.mungkin masnya aja yang tidak
tahu secara mendalam tentang acara tahlilan.
- Ahmad mengatakan:
Kayaknya
anda harus banyak belajar banyak tentang kitab sunnah, pernyataan anda tidak
berdasar sama sekali alias nggak pake dalil. untuk itu sekali lagi pak/mas
ahmad muhtadi harusnya berterima kasih sekali kpd ust abdul azis bahwa yang
dilakukan kebanyakan umat islam saat ini perlu diluruskan, bukan kok dengan
dengan hawa nafsunya menolak bahkan merendahkan. (MAAF lho ya). Bila perlu anda
baca buku ensiklopedia bid’ah.
- nidauljannah mengatakan:
mas
Anwari, dalam perkara agama bahwa asal segala bentuk ibadah adalah haram
dikerjakan kecuali jika ada dalil yang memerintahkannya, sebaliknya, segala
bentuk muamalah adalah halal dikerjakan kecuali jika ada dalil yang
melarangnya.
Contohnya:
sholat subuh, bolehkah kita sholat subuh lebih dari 2 rakaat ? jika kata anda
tadi bahwa hukum asalnya boleh dikerjakan kecuali jika ada dalil yang
melarangnya, berarti sholat subuh boleh dikerjakan 2 rakaat/lebih, betul nggak?
karena ga ada dalil yang melarang sholat subuh lebih dari 2 rakaat.
maka
berlakulah kaidah yang saya sebut di atas, sholat subuh tidak boleh dikerjakan
lebih dari 2 rakaat karena tidak ada dalil yang memerintahkan lebih/ kurang
dari 2 rakaat. Karena dalil yang ada hanya memerintahkan sholat subuh 2 rakaat.
untuk
acara tahlilan silakan anda melihat video ini http://www.youtube.com/watch?v=jyGhB6WqobI&feature=related
beliau adalah ust. Abdul Aziz (mualaf dari hindu), beliau dulunya adalah
pandita dari agama hindu, beliau menjelaskan bahkan menunjukkan bukti2 yang
jelas n bisa di pertanggung jawabkan (bisa anda lihat di video tsb).
April
tgl 23 kmrin, di msjid saya, sy putarkan video tsb di hadapan banyak jamaah,
dan alhamdulillah sekarang masyarakat t4 kami sudah memahami bahwa acara2
tersebut, spti tahlilan 1-1000 hari adalah murni dari ritual hindu.
jika
link video diatas kurang memuaskan, nanti sy uploadkan video yang lainnya, saya
punya video kajian ust.Abdul Aziz waktu ngisi di Boyolali, Surakarta, Jawa
timur, Yogyakarta, n wilayah Jawa Tengah.
Lihat
dulu videonya, baru silakan ngasih komentar setelah melihatnya, jangan kita
berkomentar sebelum melihatnya.
- timlo mengatakan:
betul
jtu jangan menentukan itu bid”ah2 karena kalo bicara itu kita semua bidah semua
- sukron mengatakan:
assalamu’alaikum.
Yapz,artikel dah bagus,hanya kurang bahasa Arabnya.
Q baru saja mengikuti tablig akbar di masjid trbesar d kota kami,audiens nya dr smua ormas islam,karna trbuka
dan ust. AbduL aziz pematerinya.
Hemm,bagus bgt,
smoga kita smua sadar n mw lapang dada,mengakui ksalahan2 qt.
Yapz,artikel dah bagus,hanya kurang bahasa Arabnya.
Q baru saja mengikuti tablig akbar di masjid trbesar d kota kami,audiens nya dr smua ormas islam,karna trbuka
dan ust. AbduL aziz pematerinya.
Hemm,bagus bgt,
smoga kita smua sadar n mw lapang dada,mengakui ksalahan2 qt.
Beliau
bgtu gamblang dlm mnyampaikannya. Mudah2n aku bukan orang yg sudah tau kbenaran
tp mengingkarinya,aamiin.
@Ahmad
muhtadi: cobalah berpikir terbuka n berlapang dada.
Ssungguhnya q takut amalanku sia sia n tertolak,n di akherat q termasuk orang yg merugi.
Dan aku takut jk amalanku menyerupai gol kafir,
‘ jk kamu menyerupai suatu golongan,maka kamu termasuk golongan itu’
carilah hadist tsb.
Dan carilah kajian dr sang mantan pendeta hindu,ust abdul aziz.
Mohon maf jk da salah kata.
Wassalamualaikum.
Ssungguhnya q takut amalanku sia sia n tertolak,n di akherat q termasuk orang yg merugi.
Dan aku takut jk amalanku menyerupai gol kafir,
‘ jk kamu menyerupai suatu golongan,maka kamu termasuk golongan itu’
carilah hadist tsb.
Dan carilah kajian dr sang mantan pendeta hindu,ust abdul aziz.
Mohon maf jk da salah kata.
Wassalamualaikum.
- syaiful anam mengatakan:
semua
orang boleh berpendapat tentang apa saja, termasuk tentang hukum “TAHLILAN”.
tapi ingat ketika bicara kematian malah banyak orang yg menentang , malah
akhirnya yang minta “DI-TAHLILI”
- Kajian Islam mengatakan:
Al-
hamdulillah… lengkap pempahasannya .jelas, padat, berisi, berbobot.pokoknya
mantap deh… izin copas akh. saya akan cantumkan url situs ini. tapi herannya
knapa mereka susah mengerti ya… mereka jauh lebih megutamakan adat daripada
A-Qur’an yang mulia. mereka jauh lebih suka mengikuti nenek moyang mereka dari
pada mengikuti manusia yang paling mulia( Rasulullah Saw ). anehnya lagi mereka
biasa-biasa saja klo ada orang yang meninggalkan sholat akan tetapi mereka
marah besar jika ada orang yang menolak tahlilan, sampai-sampai saya pernah di
sidang di kantor RW. gara-gara ga pernah mau di ajak tahlilan dan saya di paksa
hadir untuk minta ma’af didepan jama’ah tahlil. ISLAM DATANG ASING.. DAN AKAN
KEMBALI MENJADI ASING… BERBAHAGIALAH ORANG-ORANG YANG DIANGGAP ASING.Sungguh
sampai sekarang saya dianggap orang asing di kampung saya.
- swalif rahman mengatakan:
Bacalah
sejarah pengembangan Islam di Indonesia, utamanya WALI SANGA. Hormati para Wali
Sanga ini sebagai Ulama yg telah menyebarkan Islam di Indonesia, khususnya
pulau Jawa. Jiarahilah para makam mereka. Ambil pelajaran dari mereka orang
mulia ini.
Tahlilan,
Yasinan adalah amalan mulia, sunnah dan berkah, apalagi untuk kaum Muslim yg
telah meninggal dunia, mereka terbantu dg ukhuwah kita yg masih hidup untuk
mereka yg telah meninggal dg mendoakan dan memberikan pahala dzikir kita pada
almarhum.
Ayo
bertahlil dan tingkatkan ukhuwah Islam saat hidup-mati-alam barzah-akherat. Itu
baru namanya Islam Tulen…… Mantaappp…
- SOLICHIN mengatakan:
Klau
yg dimaksud bid’ah itu hnya urusan agama aja,coba kita bekerja (mencari nafkah)
itu juga ibadah termasuk juga urusan agama,jdi profesi sopir,tukang
becak,guru,kywn pabrik dll itu semua tmsuk BID’AH DONG….itu semua kan tidak ada
tuntunannya
- timlo mengatakan:
sip
tak dukung semua itu bos, di ibatatkan anak tk taunya uang 500 dikasih uang
10000 gak mau, karena ilmunya yo masih sampai situ
- timlo mengatakan:
pokoknya
jangan mem bitnahkan seseorang jangan2 kita sendiri yang bidah karena apa yang
kita kerjakan sekarang ini kebanyakan tidak di lakukan nabi, cth baca QURAN
mana ada dulu muhammad baca pakai kitab, mana ada dulu pergi naik mobil, mana
ada dulu nabi pakai hp, makan pakai sendok, tidur di atas busa, nonton tv masih
banyak lagi deh
- ahmad mengatakan:
asslamualaikum
Mohon ijin menimba ilmunya… kalo menurut saya, bila ingin tau lebih jelas tentang suatu ilmu, tanya kan pada ahlinya. Contoh, bila ingin tau cara membuat bakso, tanyalah pada orang yang sering membuat bakso,, MAKA…. bila ingin tau ttg tahlilan silakan bertanya pada kiai atau ustad yang ahli tahlilan, jangan bertanya pada yang anti tahlilan.
Mohon ijin menimba ilmunya… kalo menurut saya, bila ingin tau lebih jelas tentang suatu ilmu, tanya kan pada ahlinya. Contoh, bila ingin tau cara membuat bakso, tanyalah pada orang yang sering membuat bakso,, MAKA…. bila ingin tau ttg tahlilan silakan bertanya pada kiai atau ustad yang ahli tahlilan, jangan bertanya pada yang anti tahlilan.
wasalam
- khazanah islam mengatakan:
alhmdlh
….
- syamsul amal mengatakan:
saya
awam, cara pikir sederhana, shalat artinya doa, shalat janazah artinya doa
untuk jenazah, ya doa untuk yg wafat diantaranya, ya Allah ampunilah dia,
rahmatilah dia, maafkanlah dia, kalau tahlilan cara lain untuk berdoa, why
not?, tapi ingat mendoakan itu bisa juga setiap selesai shalat. bagus juga
kalau dimasyarkatkan, para kerabat dan tetangga yang datang membawakan makanan
dan kebutuhan pokok lainnya (sunnah), bukan org yg berduka yang ditambah sibuk
dan bertambah bebannya, mereka akan merasa digembirakan dengan kerabat dan
tetangga datang dan meringankan bebannya. Jangan pula malu atau gengsi apalagi
merasa bersalah kalau tidak mengadakan tahlilan, karena ini bukan syariat tapi
hanya tradisi atau budaya, semoga tidak ada lagi salah menyalahkan, semua
relatif, belum ada diantara kita yang pernah konfirmasi mana yang paling benar,
biarkan lah truth claim itu hanya milikNYA semata, semoga bermanfaat, dan Allah
yg paling tahu.
- sugiyono mengatakan:
wahai
ahmad muhtadi, solichin dan team lo tim yang tirua2an selebritis malu kamu
yah.. saya mantan ponpes tebu ireng dan babakan ciwaringin cirebon kamu tidak
usah ngotot kalau kamu masih goblok jangan nyeleneh pandapat ustad benar
berdasarkan al quran dan sunnah saya yakin mereka sudah belajar dalam tentang
islam, lah kamu titel aja nda punya kampret kamu saya juga penggerak ulama nu
tapi hargai orang kampret kalau dekat sajah tak gibas kamu yah.
salam kenal wong indramayu.. kanjeng sugiyono.
salam kenal wong indramayu.. kanjeng sugiyono.
- sugiyono mengatakan:
sudah
tad yang ilmunya dangkal2 tidak usah di jawab karena mereka pake akal nanyanya
bukan pake ilmu percuma bikin sesak hati saja jadi yang sadar2 saja tad lagi
pula di akherat tidak gendongan. memang kalau ingin menyampaikan kebenaran
banyak tantangannya saya doakan mudah2an di ridhoi allah. amin
- Sunarnodmc Globaltechcom mengatakan:
HUKUM
TAHLILAN
TAHLILAN
Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama.
Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain.
Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ?
Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ? Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yang Jelas dalam Shahih Muslim hadits no.1149, bahwa “seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yang telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yang telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad” (Shahih Muslim hadits no.1967).
TAHLILAN
Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama.
Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain.
Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ?
Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ? Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yang Jelas dalam Shahih Muslim hadits no.1149, bahwa “seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yang telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yang telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad” (Shahih Muslim hadits no.1967).
Dan
hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan
Jumhur (kesepakatan) Ulama seluruh madzhab dan tak ada yang memungkirinya
apalagi mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab
Imam Syafi’i, bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : “Kuhadiahkan”, atau
wahai Allah kuhadiahkan sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini..”, bila
hal ini tidak disebutkan maka sebagian Ulama Syafi’iy mengatakan pahalanya tak
sampai.
Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit, tapi berikhtilaf adalah pada Lafadznya.
Demikian pula Ibn Taimiyyah yang menyebutkan 21 hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa’ min ‘amalilghair (mendapat manfaat dari amal selainnya). Mengenai ayat : “DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA YG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini telah mansukh dengan ayat “DAN ORANG ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN”,
Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit, tapi berikhtilaf adalah pada Lafadznya.
Demikian pula Ibn Taimiyyah yang menyebutkan 21 hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa’ min ‘amalilghair (mendapat manfaat dari amal selainnya). Mengenai ayat : “DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA YG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini telah mansukh dengan ayat “DAN ORANG ORANG YG BERIMAN YG DIIKUTI KETURUNAN MEREKA DENGAN KEIMANAN”,
Mengenai
hadits yang mengatakan bahwa bila wafat keturunan adam, maka terputuslah
amalnya terkecuali 3 (tiga), shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan
anaknya yang berdoa untuknya, maka orang orang lain yang mengirim amal, dzikir
dll
untuknya ini jelas jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah SAW menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yang dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Al Qur’an untuk mendoakan orang yang telah wafat : “WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARA-SAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN”, (QS Al Hasyr-10).
untuknya ini jelas jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah SAW menjelaskan terputusnya amal si mayyit, bukan amal orang lain yang dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Al Qur’an untuk mendoakan orang yang telah wafat : “WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI SAUDARA-SAUDARA KAMI YG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN”, (QS Al Hasyr-10).
Mengenai
rangkuman tahlilan itu, tak satupun Ulama dan Imam Imam yang memungkirinya,
siapa pula yang memungkiri muslimin berkumpul dan berdzikir?, hanya syaitan
yang tak suka dengan dzikir.
Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat qur’an, dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dengan tujuan agar semua orang awam bisa mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Al Qur’an dalam disket atau CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat, bila anda ingin ayat azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat buat untuk mempermudah muslimin terutama yang awam.
Atau dikumpulkannya hadits Bukhari, Muslim, dan Kutubussittah, Alqur’an dengan Tafsir Baghawi, Jalalain dan Ilmu Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau sekumpulan kitab, bila mereka melarangnya maka mana dalilnya ?, Munculkan satu dalil yang mengharamkan acara Tahlil?, (acara berkumpulnya muslimin untuk mendoakan yang wafat) tidak di Al Qur’an, tidak pula di Hadits, tidak pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya mereka saja yang mengada ada dari kesempitan pemahamannya.
Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yang melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yang melarang orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?, siapa yang membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yang berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yang nyata.
Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yang merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yang ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya, sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yang berpuasa pada hari 10 muharram, bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula” (HR Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727).
Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba di zaman Nabi saw, selalu membaca surat Al Ikhlas pada setiap kali membaca fatihah, maka setelah fatihah maka ia membaca AL Ikhlas, lalu surat lainnya, dan ia tak mau meninggalkan surat al ikhlas setiap rakaatnya, ia jadikan Al Ikhlas sama dengan Fatihah hingga selalu berdampingan disetiap rakaat, maka orang mengadukannya pada Rasul saw, dan ia ditanya oleh Rasul saw : Mengapa kau melakukan hal itu?, maka ia menjawab : Aku mencintai surat Al Ikhlas. Maka Rasul saw bersabda : Cintamu pada surat Al ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).
Maka tentunya orang itu tak melakukan hal tsb dari ajaran Rasul saw, ia membuat buatnya sendiri karena cintanya pada surat Al Ikhlas, maka Rasul saw tak melarangnya bahkan memujinya.
Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh (Huffadh adalah Jamak dari Al hafidh, yaitu ahli hadits yang telah hafal 100.000 hadits (seratus ribu) hadits berikut sanad dan hukum matannya) dan para Imam imam mengirim hadiah pada Rasul saw : Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk Rasulullah saw”. Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yang pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw”. Ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia menyimpan 70 ribu masalah yang dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).
Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat qur’an, dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dengan tujuan agar semua orang awam bisa mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Al Qur’an dalam disket atau CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat, bila anda ingin ayat azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat buat untuk mempermudah muslimin terutama yang awam.
Atau dikumpulkannya hadits Bukhari, Muslim, dan Kutubussittah, Alqur’an dengan Tafsir Baghawi, Jalalain dan Ilmu Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau sekumpulan kitab, bila mereka melarangnya maka mana dalilnya ?, Munculkan satu dalil yang mengharamkan acara Tahlil?, (acara berkumpulnya muslimin untuk mendoakan yang wafat) tidak di Al Qur’an, tidak pula di Hadits, tidak pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya mereka saja yang mengada ada dari kesempitan pemahamannya.
Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yang melarangnya, itu adalah Bid’ah hasanah yang sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw, justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yang melarang orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan syaitan dan pengikutnya ?, siapa yang membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?, semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yang berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100 atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yang nyata.
Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan computer, handphone, mikrofon, dan lainnya yang merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yang ada di masjid masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya, sebagaimana Rasul saw meniru adat yahudi yang berpuasa pada hari 10 muharram, bahwa Rasul saw menemukan orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa as, dan Rasul saw bersabda : Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula” (HR Shahih Bukhari hadits no.3726, 3727).
Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba di zaman Nabi saw, selalu membaca surat Al Ikhlas pada setiap kali membaca fatihah, maka setelah fatihah maka ia membaca AL Ikhlas, lalu surat lainnya, dan ia tak mau meninggalkan surat al ikhlas setiap rakaatnya, ia jadikan Al Ikhlas sama dengan Fatihah hingga selalu berdampingan disetiap rakaat, maka orang mengadukannya pada Rasul saw, dan ia ditanya oleh Rasul saw : Mengapa kau melakukan hal itu?, maka ia menjawab : Aku mencintai surat Al Ikhlas. Maka Rasul saw bersabda : Cintamu pada surat Al ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).
Maka tentunya orang itu tak melakukan hal tsb dari ajaran Rasul saw, ia membuat buatnya sendiri karena cintanya pada surat Al Ikhlas, maka Rasul saw tak melarangnya bahkan memujinya.
Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh (Huffadh adalah Jamak dari Al hafidh, yaitu ahli hadits yang telah hafal 100.000 hadits (seratus ribu) hadits berikut sanad dan hukum matannya) dan para Imam imam mengirim hadiah pada Rasul saw : Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk Rasulullah saw”. Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yang pahalanya untuk Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh amalku untuk Rasulullah saw”. Ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia menyimpan 70 ribu masalah yang dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali khatam untuk Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).
- Bhire Mothermother mengatakan:
alhmadulillah
……..
sy ngasi tau aj am yg mmbuat artikel ditas klu ilmunya hnya sekecil tai’ ayam jgan sok2 tau tentang bid’ah kata Rasulullah “tuntutlah Ilmu Dari Buayan sampai keliang lahat” in si… kampret udh sok membeberkan hadits, pake’ otakmu jgn pake otak udang Tak jadi IWAK PEYEK Lou
sy ngasi tau aj am yg mmbuat artikel ditas klu ilmunya hnya sekecil tai’ ayam jgan sok2 tau tentang bid’ah kata Rasulullah “tuntutlah Ilmu Dari Buayan sampai keliang lahat” in si… kampret udh sok membeberkan hadits, pake’ otakmu jgn pake otak udang Tak jadi IWAK PEYEK Lou
- Bhire Mothermother mengatakan:
artikelxa
bagus juga tapi spertinya kurang komplit loh,,,,,, coba ditambah pake jamu
komplit kan bisa ngjerng ha,,,,, haaa,,,,
kalu ursan tahlil mah itu agenda rutin saya stiap mlam kamis n wabil khusus malam jum’at, ditrima atau tidaknya oleh Allah itu urusan Allah dn mudh2mudhan diterima lah krna niat kita kan baik, mskipun ad yg usik bukan dia ko’ yang ngasi’ pahala am kita ko’ malah dia ,,,,,, ? yg menggonggong ANNNJIIIIIIINGGGGGGG KAAAAAAALLLLLLLIIIIIIII, ha,ha,ha,ha,,,,,,,haaaaaaaaaaaaa
kalu ursan tahlil mah itu agenda rutin saya stiap mlam kamis n wabil khusus malam jum’at, ditrima atau tidaknya oleh Allah itu urusan Allah dn mudh2mudhan diterima lah krna niat kita kan baik, mskipun ad yg usik bukan dia ko’ yang ngasi’ pahala am kita ko’ malah dia ,,,,,, ? yg menggonggong ANNNJIIIIIIINGGGGGGG KAAAAAAALLLLLLLIIIIIIII, ha,ha,ha,ha,,,,,,,haaaaaaaaaaaaa
- gusjan mengatakan:
sy
suka membaca sejarah apa saja, termasuk sejarah kehidupan Rosululloh SAW.
Beliau memiliki 6 anak. Pertama laki2 bernama Qosim (meninggal sewaktu masih
kecil), yang empat orang perempuan, termasuk Fatimah dan yg terakhir Ibramim
(meninggal sewaktu masih kecil).
Ketika Nabi masih hidup, putra-putri beliau yg meninggal tidak satupun di TAHLILI, kl di do’akan sudah pasti, karena mendo’akan orang tua, mendo’akan anak, mendo’akan sesama muslim amalan yg sangat mulia.
Ketika Nabi masih hidup, putra-putri beliau yg meninggal tidak satupun di TAHLILI, kl di do’akan sudah pasti, karena mendo’akan orang tua, mendo’akan anak, mendo’akan sesama muslim amalan yg sangat mulia.
Ketika
NABI wafat, tdk satu sahabatpun yg TAHLILAN untuk NABI,
padahal ABU BAKAR adalah mertua NABI,
UMAR bin KHOTOB mertua NABI,
UTSMAN bin AFFAN menantu NABI 2 kali malahan,
ALI bin ABI THOLIB menantu NABI.
Apakah para sahabat BODOH….,
Apakah para sahabat menganggap NABI hewan…. (menurut kalimat sdr sebelah)
Apakah Utsman menantu yg durhaka.., mertua meninggal gk di TAHLIL kan…
Apakah Ali bin Abi Tholib durhaka.., mertua meninggal gk di TAHLIL kan….
Apakah mereka LUPA ada amalan yg sangat baik, yaitu TAHLIL an koq NABI wafat tdk di TAHLIL i..
padahal ABU BAKAR adalah mertua NABI,
UMAR bin KHOTOB mertua NABI,
UTSMAN bin AFFAN menantu NABI 2 kali malahan,
ALI bin ABI THOLIB menantu NABI.
Apakah para sahabat BODOH….,
Apakah para sahabat menganggap NABI hewan…. (menurut kalimat sdr sebelah)
Apakah Utsman menantu yg durhaka.., mertua meninggal gk di TAHLIL kan…
Apakah Ali bin Abi Tholib durhaka.., mertua meninggal gk di TAHLIL kan….
Apakah mereka LUPA ada amalan yg sangat baik, yaitu TAHLIL an koq NABI wafat tdk di TAHLIL i..
Saudaraku
semua…, sesama MUSLIM…
saya dulu suka TAHLIL an, tetapi sekarang tdk pernah sy lakukan. Tetapi sy tdk pernah mengatakan mereka yg tahlilan berati begini.. begitu dll. Para tetangga awalnya kaget, beberapa dr mereka berkata:” sak niki koq mboten nate ngrawuhi TAHLILAN Gus..”
sy jawab dengan baik:”Kanjeng Nabi soho putro putrinipun sedo nggih mboten di TAHLILI, tapi di dongak ne, pas bar sholat, pas nganggur leyeh2, lan sakben wedal sak saget e…? Jenengan Tahlilan monggo…, sing penting ikhlas.., pun ngarep2 daharan e…”
mereka menjawab: “nggih Gus…”.
saya dulu suka TAHLIL an, tetapi sekarang tdk pernah sy lakukan. Tetapi sy tdk pernah mengatakan mereka yg tahlilan berati begini.. begitu dll. Para tetangga awalnya kaget, beberapa dr mereka berkata:” sak niki koq mboten nate ngrawuhi TAHLILAN Gus..”
sy jawab dengan baik:”Kanjeng Nabi soho putro putrinipun sedo nggih mboten di TAHLILI, tapi di dongak ne, pas bar sholat, pas nganggur leyeh2, lan sakben wedal sak saget e…? Jenengan Tahlilan monggo…, sing penting ikhlas.., pun ngarep2 daharan e…”
mereka menjawab: “nggih Gus…”.
sy
pernah bincang-bincang dg kyai di kampung saya, sy tanya, apa sebenarnya hukum
TAHLIL an..?
Dia jawab Sunnah.., tdk wajib.
sy tanya lagi, apakah sdh pernah disampaikan kepada msyarakat, bahwa TAHLILAN sunnah, tdk wajib…??
dia jawab gk berani menyampaikan…, takut timbul masalah…
setelah bincang2 lama, sy katakan.., Jenengan tetap TAHLIl an silahkan, tp cobak saja disampaikan hukum asli TAHLIL an…, sehingga nanti kita di akhirat tdk dianggap menyembunyikan ILMU, karena takut kehilangan anggota.., wibawa dll.
Dia jawab Sunnah.., tdk wajib.
sy tanya lagi, apakah sdh pernah disampaikan kepada msyarakat, bahwa TAHLILAN sunnah, tdk wajib…??
dia jawab gk berani menyampaikan…, takut timbul masalah…
setelah bincang2 lama, sy katakan.., Jenengan tetap TAHLIl an silahkan, tp cobak saja disampaikan hukum asli TAHLIL an…, sehingga nanti kita di akhirat tdk dianggap menyembunyikan ILMU, karena takut kehilangan anggota.., wibawa dll.
Untuk
para Kyai…, sy yg miskin ilmu ini, berharap besar pada Jenengan semua…., TAHLIL
an silahkan kl menurut Jenengan itu baik, tp sholat santri harus dinomor
satukan..
sy sering kunjung2 ke MASJID yg ada pondoknya. tentu sebagai musafir saja, rata2 sholat jama’ah nya menyedihkan.
shaf nya gk rapat, antar jama’ah berjauhan, dan Imam rata2 gk peduli.
selama sy kunjung2 ke Masjid2 yg ada pondoknya, Imam datang langsung Takbir, gk peduli tentang shaf…
sy sering kunjung2 ke MASJID yg ada pondoknya. tentu sebagai musafir saja, rata2 sholat jama’ah nya menyedihkan.
shaf nya gk rapat, antar jama’ah berjauhan, dan Imam rata2 gk peduli.
selama sy kunjung2 ke Masjid2 yg ada pondoknya, Imam datang langsung Takbir, gk peduli tentang shaf…
Untuk
saudara2 salafi…, jangan terlalu keras dalam berpendapat…
dari kenyataan yg sy liat, saudara2 salfi memang lebih konsisten.., terutama dalam sholat.., wabil khusus sholat jama’ah…
tapi bukan berati kita meremehkan yg lain.., kita do’akan saja yg baik…
siapa tau Alloh SWT memahamkan sudara2 kita kepada sunnah shahihah dengan lantaran Do’a kita….
dari kenyataan yg sy liat, saudara2 salfi memang lebih konsisten.., terutama dalam sholat.., wabil khusus sholat jama’ah…
tapi bukan berati kita meremehkan yg lain.., kita do’akan saja yg baik…
siapa tau Alloh SWT memahamkan sudara2 kita kepada sunnah shahihah dengan lantaran Do’a kita….
demikian
uneg2 saya, mohon maaf kl ada yg tdk berkenan…
semoga Alloh membawa Ummat Islam ini kembali ke jaman kejayaan Islam di jaman Nabi…, jaman Sahabat.., Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in
Amin ya Robbal Alamin
semoga Alloh membawa Ummat Islam ini kembali ke jaman kejayaan Islam di jaman Nabi…, jaman Sahabat.., Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in
Amin ya Robbal Alamin