Pengirim:
gusjan - Kota: nganjuk
Pertama:
Ustadz mengatakan keilmuan saya sangat DANGKAL. Apa yg Ustadz katakan
betul. Ustadz jauh lebih berilmu dr saya.
- Iya ilmu anda dangkal. Buktinya anda tidak bisa menjawab argumentasi
kami. Jawaban anda tidak berdalil tp melalui rasio dan hawa nafsu
belaka, seperti Ulil Abshar Abdallah
Kedua:
Ustadz membawakan hadist dr sahabat Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu
anhu. Dia kan sahabat. Tulisan saya sebelumnya sdh sy sampaikan. Saya
meyakini dr keterangan para ‘Ulama2 yg sdh masyhur dr kalangan salaf,
RUJUKAN agama ini Nabi SAW dan para Sahabat. ‘Ijma’ Sahabat boleh
dijadikan hujjah, boleh diamalkan. Makanya dalam hal Syari’at, sy sll
bertanya kepada yg ahli ilmu, “apakah Nabi SAW pernah mencontohkan..,
apakah Jumhur Sahabat pernah mencontohkan..” Saya sll begitu. Sehingga,
segala Syari’at apapun, kl dicontohkan Nabi SAW.., atau dicontohkan
Sahabat dan disepakati Jumhur Sahabat, sy berusaha mengamalkan sebisa
mungkin. Tetapi sebaliknya, Syari’at apa saja yg tdk dicontohkan Nabi
SAW.., atau tdk pula dicontohkan Sahabat, maka sy tdk berani melakukan.
- Berarti anda mengakui bid’ah hasanah? Alhamdulillah. Kalo anda
merujuk sahabat, maka anda harus melestarikan bid’ah hasanah. Rasul
tidak pernah mencontohkan kalimat I’tidal seperti didalam hadist tsb.
Padahal rasul sendiri bersabda: Shollu kama ra aytumuuni usholli?.
Apakah sahabat lebih pintar dari rasul? Kami hanya pengikut para
sahabat yang melestariken bid’ah hasanah. Anda hanya berargumentasi
sendiri tanpa menyimak dalil lawan bicara anda.
Ketiga:
Ustadz mengatakan, sy menuhankan Nabi SAW.
Saya tdk menuhankan Nabi SAW. Nabi SAW tetap makan dan minum dan hal2
lain sama dengan manusia. Bedanya dg manusia lain, Nabi SAW menerima
wahyu dan sll dijaga oleh Alloh SWT dr kesalahan. Jadi semua perkataan
Nabi SAW dan semua perbuatan Nabi SAW, sll atas bimbingan dan wahyu dr
Alloh SWT. Dalam hal Syari’at apapun, sy meyakini seyakin yakinnya,
Nabi SAW sdh menyampaikan semuanya dan tdk mungkin ada yg terlupakan.
Jadi kl dikatakan ada Syar’iat atapun tata cara peribadatan, yg belum
disampaikan Nabi SAW karena alasan Nabi SAW lupa atau belum terpikirkan
oleh Nabi SAW, sy tdk sependapat.
- Bukankah Rasul pernah sholat dengan mengenakan sandal yang najis?
Rasul juga pernah lupa untuk menggenapkan sholat Duhur empat rakaat,
sehingga Sahabatnya –Dzul yadain- harus menegur kesalahan itu?
Rasul pun mengakui bahwa dirinya pernah lupa : Saya juga bisa lupa (
sengaja dilupakan oleh Allah) seperti kalian semua, jika memang saya
lupa maka ingatkanlah saya ( HR BUKHORI). Ini sabda rasul bukan kata
saya.
Kan anda sudah mendengar bahwa zaman kita berbeda dengan zaman nabi,
apalagi terkait masalah tradisi. Apakah anda sudah memahami argumentasi
saya sebelumnya? Bagaimana Rasul bisa berfikir mengenai tahlilan,
karena tradisi tahlilan itu ada setelah rasul wafat? Itu adalah kreasi
para ulama yang brupa majelis dzikir. Kan sudah dikatakan bahwa
tahlilan itu bagian dari syariat, bukan menjadi syariat baru. Kalo
secara syariat sudah sempurna. Tahlilan sangat berkesesuaian dengan
syariat.
Saya juga mau bertanya kepada anda dengan 2 pertanyaan:
Pertama:
Apakah Rasul pernah menghimpun al Quran pada satu mushaf?
Mengapa Sayidina Abu Bakar menghimpun al-Qur’an, apakah Sayyidina Abu
Bakar merasa lebih pintar dari Nabi?
Apakah Rasul lupa dan lalai terhadap penghimpunan al Quran tersebut?
Kedua:
Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat tarawih
secara berjamaah penuh satu bulan ramadhan?
Apakah Rasul secara rutin melakukan shalat tharawih tiap malam?
Apakah Rasul mengumpulkan para jama’ah untuk melakukan shalat tharawih?
Apakah pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu’anhu melakukan shalat
tharawih seperti pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab?
Apakah Khalifah Abu Bakar lupa dengan ibadah yang mulia Shalat Tharawih
seperti pada zaman Khalifah Umar?
Mengapa Khalifah Umar radhiyallahu’anhu mengumpulkan mereka untuk
melakukan shalat tarawih pada seorang imam dan menganjurkan mereka
untuk melakukannya. Khalifah Umar menginstruksikan shalat tarawih secara
berjamaah?
Apakah khalifah Umar lebih pintar dari Rasul dan Khalifah Abu Bakar?
Ketiga:
Mengapa Sayyidina Utsman menambah adzan Jum’at menjadi dua kali?
Mengapa Pada Zaman Rasul, Abu Bakar, dan Umar adzan Jum’at
dikumandangkan hanya 1 kali?
Apakah umar lebih pintar dari Rasul, Abu Bakar, dan Umar?
Apakah Rasul, Abu Bakar, dan Umar lalai dari perkara mulia penambahan
adzan tsb?
Silahkan sajikan jawaban anda!
Keempat:
Ustadz mengatakan, saya melarang Tahlil, apa saya selevel dg Nabi
SAW..?? Ustadz kurang teliti membaca tulisan saya. Tdk ada 1 kata pun,
sy melarang Tahlil. Saya hanya mengatakan, amalan Syari’at apapun, kl
tdk ada contoh dr Nabi SAW, atau contoh dr Sahabat, saya tdk berani
melakukan. Semisal acara RITUAL 3,7,40,100 dst. Tdk ada saya mengatakan
saya melarang Tahlil. Mengenai saudara2 muslim yg mengamalkan RITUAL
3,7,40,100 dst, silahkan saja, itu hak masing2 orang.
- Argumentasi anda itu jelas mengarah kepada pengharaman tradisi
tahlilan. Arah argumentasi anda apa kalo tidak mengahramkan tahlilan?
Sekarang saya tanya: Apa anda mengharamkan tahlilan??? Biar clear!.
Saran saya janganlah berani melarang sesuatu hal yang Allah dan Rasul
sendiri tidak melarangnya.
Kelima:
Ustadz mengatakan: Saya mengatakan bahwa ada orang yg mewajibkan RITUALAN
3,7,40,100 dst. Saya tdk berkata begitu. Saya berkata:” Kenyataan di
masyarakat, acara Ritual 3,7,40,100 dst, sdh dianggap wajib. Bahkan
melebihi agama itu sndiri. Orang tdk sholat, tdk puasa, sepertinya
biasa, tdk ada yg peduli. Tp kl gk ikut acara Ritualan 3,7,40,100
diragukan agamanya. bahkan dicaci maki. Dikucilkan.” Itu yg sy katakan.
Ini kenyataan yg ada di masyarakat.
- kenyataan yang ada dimasyarakat? Atau yang ada dibenak anda semata?
Masyarakat awam atau masyarakat ‘alim yang anda tanyakan?
Sudahkah anda melakukan survey?
Mana hasil surveynya?
Itu hanya pendapat anda yang ingin melakukan provokasi. Jika semisal
adapun ‘oknum’ masyarakat yg menganggap wajib tahlilan, maka itu yg
perlu kita lurusken. Dan anggapan wajib oleh mereka tsb tdk ada relevenasinya
dengan kebolehan tahlilan.
Keenam:
Ustadz mengatakan:” Itu kan pendapat anda yg penuh dengan hawa nafsu,
faktanya apa dalil anda mengharamkan talqin???”. Silahkan dibaca lagi.
Saya mengatakan. Masalah yg kecil saja, seperti BERSIN(wahing), Nabi
SAW memberikan tuntunan/tatacaranya. Lebih2 masalah orang meninggal.
Pastilah sdh diberi tatacara/tuntunan dari TALQIN sebelum meninggal
sampek akhir. Dan tuntunan untuk kaum muslimin yg meninggal sdh ada,
dan sudah di famai oleh semua kaum muslimin. Sudah masyhur.
- Talqin sebelum meninggal, sdh diberikan tuntunan dan tatacaranya. Sdh
masyhur
- Memandikan jenazah, sdh diberikan tuntunan dan tatacaranya. Sdh
masyhur
- Mengkafani jenazah, sdh diberikan tuntunan dan tatacaranya. Sdh
masyhur
- Mensholati jenazah, sdh diberikan tuntunan dan tatacaranya. Sdh
masyhur
- Menguburkan jenazah, sdh diberikan tuntunan dan tatacaranya. Sdh
masyhur
- RITUALAN 3.7.40.100 dst…?? Ini yg sy maksud tdk ada tuntunan dr NABI
SAW ataupun Sahabat, bukan TALQIN. Tapi menurut Ustadz, masalah
RITUALAN 3.7.40.100 dst, Nabi SAW lupa menyampaikan dan belum
terpikirkan oleh Nabi SAW saat itu.
- Silahkan baca jawaban saya sebelumnya diatas. Dan lebih jelasnya,
bahwa ritual tahlilan itu memang tidak ada pada zaman rasul, dan hal yg
tdk ada pada zaman rasul itu tdk serta merta menjadi terlarang. Ini yg
perlu anda fahami dan simak baik!!! Jangan seperti org tolol yg
berargumen sendiri tanpa menyanggah dalil lawab bicara, itu pertanda
anda mengakui argumentasi kami. Ritual tahlilan baru terfikirkan
setelah rasul wafat, karena itu berupa tradisi baru hasil kreasi para
ulama yg berkesesuaian dengan syariat. Jika anda hendak mengaharamkan
ritual tahlilan, maka silahkan anda hadirkan dalilnya. Mana dalilnya?.
Dalil itu quran dan hadist.
Banyak hal baru yang tidak terfikirkan oleh rasul dan dilakukan oleh
para sahabat, bukankah itu sebuah bid’ah? Akan tetapi bid’ah hasanah.
Makanya mari lestarikan bid’ah hasanah.
Ketujuh (terakhir):
Saya ingin mengajak JUJUR kepada ummat ini, dalam hal agama (Syari’at
Islam). Kita sudah sepakat, bahwa Ritualan 3,7,40,100 dst, tdk wajib
(bahkan Ustadz akan meluruskan anggapan sebagian orang, yg mewajibkan
Ritualan ini). Harapan saya, Ustadz berani dan jujur menyampaikan kpd
ummat, ketika Ustadz diundang atau menjadi imam acara Ritualan
3,7,40,100 dst. Sampaikan saja, bahwa Ritualan seperti ini tdk wajib.
Misalnya Ustadz berkata, saat acara belum dimulai “Para undangan
semua…, saya akan sampaikan mengenai hukum SELAMATAN/KENDURI…,
putra-putri Nabi SAW ketika wafat tdk diadakan SELAMATAN/KENDURI,
ketika Nabi SAW wafat tdk diadakan SELAMATAN/KENDURI, ketika para
Sahabat wafat juga tdk diadakan SELAMATAN/KENDURI. Sebetulnya acara
Selamatan/Kenduri 3,7,40,100 dst tdk WAJIB. Bagi yg keluarganya
meninggal kemudian tdk mengadakan SELAMATAN, silahkan tdk apa2, sebab
Nabi SAW dan keluarga beliau jg tdk SEALAMATAN. Bagi kita yg
mengamalkan SELAMATAN jg tdk apa2. Semua benar…”
Itulah yg sy maksud JUJUR kepada ummat, agar keyakinan/anggapan
wajibnya SELAMATAN tdk terjadi di ummat ini.
Demikian, mohon ma’af segala kekurangan, wassalaamu ‘alaikum
- Anda siapa hendak mengatur? Haha.. lucu anda..
Perkataannya bukan seperti itu, tapi harusnya kayak bgini:
“Para undangan semua…, saya akan sampaikan mengenai hukum tahlilan.
Tahlilan itu bagian dari majelis dzikir, tidak diwajibkan namun sangat
dianjurkan karena sesuai dengan sunnah-sunnah nabi. Sebagai kau muslim,
tentu saja kita harus gemar terhadap sunnah-sunnah nabi terutama
mengenai dzikir. Bagi orang yg menyalahkan tahlilan, silahkan saja
karena itu menjadi privasi masing2. Namun orang yg menyalahkan tahlilan
adalah org yg benci terhadap sunnah rasul yakni dzikr. Hanya syetan
yang tidak suka kepada orang yg berdzikr. Mari kita lestarikan budaya
tahlilan ini dan menjaganya dengan segenap kemampuan kita.
Hadits-hadits cukup banyak yang
menganjurkan dzikir bersama. Antara lainrRasulullah hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim
berikut ini:
إِنَّ للهِ مَلَائِكَةً
يَطُوفُونَ فِيr قال قال رسول
الله tعن أبي هريرة الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ
الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا
هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ
إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ
أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ
يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ
فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللهِ مَا رَأَوْكَ
قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ
كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا
وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ
يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ
يَقُولُونَ لَا وَاللهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ
لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا
كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ
فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ
النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللهِ
يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ
يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ
لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ
لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ
مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى
بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
bersabda: “Sesungguhnyar berkata: “Rasulullah t“Dari Abu Hurairah Allah memiliki banyak malaikat yang
selalu mengadakan perjalanan, mereka senantiasa mencari orang-orang
yang berdzikir. Apabila mereka mendapati satu kaum sedang berdzikir
kepada Allah, maka mereka akan saling berseru: “Mintalah hajat kalian.”
Beliau melanjutkan: “Lalu para malaikat itu mengelilingi dengan
sayap-sayapnya hingga memenuhi jarak antara mereka dengan langit
dunia.” Beliau melanjutkan: “Lalu Tuhan mereka menanyakan mereka
padahal Dia lebih mengetahui dari pada mereka: “Apa yang dikatakan oleh
hamba-hamba-Ku?” Para malaikat itu menjawab: “Mereka mensucikan,
membesarkan, memuji dan mengagungkan-Mu.” Allah bertanya lagi: “Apakah
mereka pernah melihat-Ku?” Para malaikat itu menjawab: “Demi Allah,
mereka tidak pernah melihat-Mu.” Allah bertanya lagi: “Bagaimana
seandainya mereka pernah melihat-Ku?” Para malaikat itu menjawab:
“Seandainya mereka pernah melihat-Mu, tentu mereka akan lebih
bersungguh-sungguh beribadah, mengagungkan dan semakin banyak
mensucikan-Mu.” Allah bertanya lagi: “Apa yang mereka minta kepada-Ku?”
Para malaikat itu menjawab: “Mereka memohon surga-Mu.” Allah bertanya
lagi: “Apakah mereka sudah pernah melihat surga-Ku?” Para malaikat itu
menjawab: “Belum wahai Tuhan kami.” Allah bertanya lagi: “Bagaimana
jika mereka telah melihat surga-Ku?” Para malaikat itu menjawab: “Tentu
mereka akan lebih bersungguh-sungguh memohon dan menginginkannya.”
Allah bertanya lagi: “Dari apakah mereka memohon perlindungan-Ku?” Para
malaikat itu menjawab: “Dari neraka-Mu.” Allah bertanya lagi: “Apakah
mereka sudah pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat itu menjawab:
“Demi Allah, mereka belum pernah melihat neraka-Mu.” Allah bertanya
lagi: “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku?” Para
malaikat itu itu menjawab: “Tentu mereka akan semakin lari dan takut
pada neraka itu.” Beliau melanjutkan: “Kemudian Allah berfirman:
“Saksikanlah oleh kalian, bahwa Aku sudah mengampuni mereka.” Beliau
melanjutkan lagi, “Lalu sebagian malaikat itu berkata: “Wahai Tuhan
kami! Di antara mereka terdapat si Fulan, ia bukanlah termasuk
orang-orang yang berdzikir, hanya saja ia kebetulan datang karena ada keperluan
(duduk bersama mereka).” Lalu Allah menjawab: “Mereka adalah kaum yang
tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.” (HR.
al-Bukhari [6408] dan Muslim [4854]).
Mengomentari hadits di atas, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata
dalam Fath al-Bari:
وَفِي الْحَدِيْثِ فَضْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ وَالذَّاكِرِيْنَ وَفَضْلُ
اْلاِجْتِمَاعِ عَلَي ذَلِكَ وَاَنَّ جَلِيْسَهُمْ يَنْدَرِجُ مَعَهُمْ
فِيْ جَمِيْعِ مَا يَتَفَضَّلُ اللهُ تَعَالَى بِهِ عَلَيْهِمْ اِكْرَامًا
لَهُمْ وَلَوْ لَمْ يُشَارِكْهُمْ فِيْ أَصْلِ الذِّكْرِ.
“Hadits tersebut mengandung keutamaan majelis-majlis dzikir,
orang-orang yang berdzikir dan keutamaan berkumpul untuk berdzikir,
orang yang duduk bersama mereka, akan masuk dalam golongan mereka dalam
semua apa yang Allah anugerahkan kepada mereka, karena memuliakan
mereka, meskipun ia tidak mengikuti mereka dalam berdzikir.” (Al-Hafizh
Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 11 hal. 213).
Dalam hadits lain juga diterangkan:
إِذْrعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ إِنَّا
لَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ قَالَ
هَلْ فِيْكُمْ غَرِيْبٌ يَعْنِيْ أَهْلَ الْكِتَابِ قُلْنَا لاَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ فَأَمَرَ بِغَلْقِ الْبَابِ فَقَالَ ارْفَعُوْا
أَيْدِيَكُمْ فَقُوْلُوْا لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا
يَدَهُ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ
للهِrسَاعَةً ثُمَّ
وَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ اللّهُمَّ
إِنَّكَ بَعَثْتَنِيْ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِيْ بِهَا
وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهَا الْجَنَّةَ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
ثُمَّ قَالَ أَبْشِرُوْا فَإِنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ. (رواه أحمد
والحاكم والطبراني والبزار).
, tiba-tiba beliaur“Syaddad bin
Aus berkata, “Kami bersama Rasulullah berkata, “Apakah di antara kalian ada
orang asing (ahli kitab)?” Kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulullah.”
Lalu beliau memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah
tangan kalian, lalu katakan Laa ilaaha illallaah!” Kami mengangkat
tangan beberapa saat, kemudian Rasulullah meletakkan tangannya. Lalu
bersabda, “Alhamdulillah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku
membawa kalimat tauhid ini, Engkau memerintahkannya kepadaku dan
menjanjikanku surga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi
janji.” Kemudian beliau bersabda, “Bergembiralah, sesungguhnya Allah
telah mengampuni kalian.” (HR. Ahmad, al-Hakim, al-Thabarani dan
al-Bazzar).
Demikian, mohon ma’af segala kekurangan, wassalaamu ‘alaikum
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar